ProkopimBandung – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung menilai masyarakat sudah dapat berdaptasi dengan protokol kesehatan (prokes) di masa pandemi Covid-19. Hal itu terlihat dari tingkat pelanggaran yang semakin menurun.
Hal itu diungkapkan Kepala Bidang Penegakan Produk Hukum Daerah (PPHD) pada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bandung, Idris Kuswandi pada Program Bandung Menjawab di Auditorium Rosada, Balai Kota Bandung, Selasa (5 Oktober 2021).
Menurutnya, dari hasil pengawasan di lapangan, masyarakat sudah memahami 5M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak, Menjauhi Kerumunan, Mengurangi Mobilitas). Sehingga pelanggaran perorangan menurun. Namun untuk badan usaha atau perusahaan masih banyak terjadi pelanggaran.
“Data satu bulan terakhir untuk pelanggaran perorangan, 586 orang dilakukan teguran lisan. Sedangkan Pelaku usaha atau badan hukum 17 teguran lisan, penahanan KTP 44 kasus, denda yustisi 34 kasus, jadi sebanyak 95 kasus,” katanya.
Untuk denda yustisi yang dibawa ke Sidang Tipiring On The Street, Satpol PP Kota Bandung menggelarnya di empat lokasi, yakni MIM, Cihampelas Walk, Dukomsel Dago, dan Hotel El Cavana Paskal. Hingga September, Satpol PP menindak denda administratif sebesar Rp130.150.000, untuk nonprokes Rp21juta. “Jadi yang masuk ke kas daerah Rp151 juta,” kata Idris.
Saat ini Satpol PP terus melakukan pengawasan dan implementasi Perwal di lapangan. Termasuk sosialisasi memberikan pemahaman dan imbauan ke tempat-tempat tertentu.
Hal itu karena masih ditemukan perbedaan persepsi terkait aturan dalam Perwal, seperti kafe dan restoran yang melanggar jam operasional harus tutup pukul 22.00 WIB karena berpikir waktu tersebut merupakan last order.
“Kepada pelaku usaha mohon memiliki persamaan persepsi. Ketentuannya jam 22 itu sudah clear area. Pelanggaran kapasitas pun masih terjadi,” katanya.
“Sedangkan untuk perorangan, biasanya masker yang tidak dipakai, padahal dia bawa. Itu bisa dikenakan denda administratif karena mengacu kepada Perda Provinsi,” lanjutnya.
Pada saat penindakan, Satpol PP juga lebih mengutamakan tindakan persuasif. Untuk pengawasan pun bekerja sama dengan Satgas di Kewilayahan.
“Kami lakukan pengawasan PPKM siang, malam, woro-woro, dan sosialisasi. Kami juga lakukan pengamanan terutama Sabtu-Minggu karena perbedaan pergerakan masyarakat beda dengan hari biasa,” katanya.
Idris menyampaikan, sejumlah lokasi yang bisanya ditemukan pelanggaran seperti Dago, Gasibu, Saparua, dan Taman-taman yang sering dikunjungi masyarakat.
“Dago itu belum diberlakukan Car Free Day, tetapi fakta di lapangan banyak pejalan kaki dan pesepeda. Itu juga mengundang pedagang, kami selalu halangi dan tertibkan,” katanya.
“Jalan Dago kalau malam ‘weekend’ itu luar biasa. Banyak komunitas motor kumpul di situ. Kadang lebih dari 50 orang. Di atas pukul 22.00 WIB, kita imbau kembali ke rumah masing-masing,” lanjutnya.
Selain itu, ada beberapa kawasan kuliner yang rawan pelanggaran dan perlu diawasi seperti Dipatiukur, Monju, Taman Cilaki, Lengkong Kecil, Riau, Taman Cibeunying, Taman Cilaki, Cibadak, dan Turangga.
Pada siang hari, pasar tradisional juga rawan pelanggaran prokes. Sehingga Satpol PP melaksanakan patroli dua unit per hari.
“Kemudian pasar tumpah juga luar biasa. Kiaracondong, Kosambi, Mohamad Toha, itu rawan dan menjadi patroli kita,” katanya.
“Ada juga pasar tumpah di hari minggu seperti kawasan GBLA, Astanaanyar, Mekarwangi, Monju (Monumen Perjuangan) itu diduga banyak pelanggaran prokes,” lanjut Idris.
Karena banyaknya wilayah yang perlu diawasi tersebut, Idris pun meminta agar kerja sama dan sinergisitas antara Satgas tingkat kota dan kecamatan berjalan baik.
“Tidak mungkin Satgas kota menjangkau seluruh wilayah 151 kelurahan atau 30 kecamatan tanpa ada Satgas Kecamatan yang bergerak. Sedangkan Satgas dibentuk dari Kota, Kecamatan, sampai kelurahan,” katanya.*
Artikel yang cukup bermanfaat , lanjutkan prestasinya
Terima kasih atas balasan komentarnya
Sama sama dan terima kasih