Buang Tinja ke Sungai Masih Ditemukan di Arcamanik, Cinambo, dan Ujungberung

You are currently viewing Buang Tinja ke Sungai Masih Ditemukan di Arcamanik, Cinambo, dan Ujungberung

SINDANGLAYA, AYOBANDUNG.COM — Perilaku Buang Air Besar sembarangan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Pemerintah Kota Bandung. 

Data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Kementerian Kesehatan tahun 2019, menunjukkan dari jumlah penduduk 2,25 juta jiwa, 716.350 di antaranya masih melakukan perilaku BABS. 

Dalam daftar terperinci, Kecamatan Bojongloa Kaler menjadi kawasan yang paling banyak ditemukan perilaku BABS sebanyak 15.890 kepala keluarga. Sedangkan yang paling sedikit berada di Kecamatan Gedebage, sebanyak 733 KK.

SONY-DSC

Dari Got Hingga Sungai 
Dalam penulusuran ayobandung di kawasan timur Kota Bandung, perilaku BABS masih ditemukan di kecamatan Arcamanik, Cinambo, dan Ujungberung. 

Di sungai yang mengalir dari utara ke selatan di sepanjang jalan Mekarjaya, Kelurahan Sukamiskin terdapat beberapa pipa paralon yang membuang kotoran manusia. Tidak diketahui persis dari mana sumber buangan tersebut berasal, karena pipa yang tertanam dalam tanah mengular dari pemukiman padat penduduk. 

Pembuangan tinja pun terlihat jelas di Sungai Cinambo di samping Jalan Golf Raya. Penghuni rumah yang menghadap dan membelakangi bibir sungai membuang hajatnya ke sungai. 

Begitu juga di sungai yang mengalir di kawasan Jalan Rumah Sakit Ujunberung menuju selatan ke arah perempatan Jalan Cinambo-Gegebage. Pemandangan tinja masih ditemukan dalam aliran air yang mengeluarkan bau menyengat. 

Tak cuma di sungai, pembuangan tinja pun ditemukan di got dengan ukuran lebar kurang lebih 1 meter yang mengalir di Jalan Kaum Kulon, Kelurahan Cigending. Mirisnya, got yang sebagiannya dibiarkan terbuka tersebut letaknya hanya berjarak 200 meteran dari Kantor Kecamatan Ujungberung. 

SONY-DSC

Lurah Cigending, Karna, mengatakan limbah tinja tersebut berasal dari 3 RW dan sudah berlangsung sedikitnya selama 24 tahun.

“Kalau yang Anda lihat itu memang menjadi tantangan terberat bagi saya,” jelas Karna.

Dia menjelaskan lebih lanjut, pemahaman sanitasi dan ketersediaan lahan menjadi tantangan terberat baginya untuk membujuk warga agar tidak mengalirkan kotorannya secara sembarangan.

“Masih banyak warga banyak yang belum memahami pentingnya kehidupan bersih dan sanitasi yang sehat. Belum lagi, 3 RW itu berada di gang sempit sehingga belum ada lahan yang bisa dibangun untuk septic tank komunal,” jelasnya.

Meski menghadapi kesulitan, pihaknya sedikit demi sedikit bisa “merayu” warga untuk membangun septic tank komunal.  

Dari 11 RW, sudah ada 2 RW yang membangun septic tank komunal. Septic tank yang dibangun di atas lahan hibah ini dibiayai oleh pemerintah pusat sebesar Rp400 Juta 

“Alhamdulillah, dua septic tank komunal yang dibangun tahun 2018 dan 2019 tersebut mampu menampung buangan dari 150 kepala keluarga,” katanya.

Terus menyusuri gang-gang sempit ke arah Utara hingga menemui aliran sungai Cigending di Jalan Kampung Baru, terlihat pipa-pipa dengan beragam ukuran menjulur dari fondasi rumah yang berdiri tegak di bibir sungai. Tidak sulit untuk melihat pembuangan kotoran manusia yang mencemari sungai.

SONY-DSC

Seorang warga setempat, Nana, mengatakan pipa tersebut merupakan saluran pembuangan dari sebuah rumah atau gabungan dari beberapa rumah. Dia sendiri yang membangun rumahnya tepat di pinggir sungai pada April 1982 mengatakan tidak memiliki septic tank.